Gelombang penolakan terhadap rencana pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 semakin membesar setelah munculnya petisi daring di platform Change.org. Petisi yang dibuat oleh seorang siswa dengan akun Siswa Agit ini menuntut pembatalan TKA karena dinilai menambah tekanan dan menimbulkan ketidakpastian. Dengan jadwal pelaksanaan yang semakin dekat pada November 2025, petisi yang berjudul “Batalkan Pelaksanaan TKA 2025” ini telah mengumpulkan tanda tangan dari ratusan ribu orang, menunjukkan adanya keresahan massal di kalangan pelajar, guru, dan orang tua.
TKA 2025 merupakan instrumen baru yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN). Nilai TKA akan digunakan sebagai salah satu syarat penting untuk mendaftar Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2026, berfungsi sebagai validator nilai rapor sekolah. Meskipun Kemendikdasmen telah berulang kali menegaskan bahwa TKA tidak bersifat wajib dan bukan penentu kelulusan, petisi tersebut menyoroti masalah persiapan yang terkesan dipaksakan dan mendadak.
Alasan Siswa Minta Batalkan TKA 2025 Pendidikan
Kekhawatiran utama yang mendorong para siswa untuk menandatangani petisi ini berakar pada tiga masalah fundamental yang mereka hadapi: waktu persiapan yang singkat, cakupan materi yang terlalu luas, dan ketidakjelasan informasi.
Pertama, para siswa mengeluh bahwa waktu persiapan yang tersedia sangat minim. Mereka merasa terkejut karena TKA diumumkan dan disahkan secara mendadak tanpa pemberitahuan yang memadai di tingkat SMA/SMK. Sementara jadwal kelas XII mereka sudah padat dengan berbagai kegiatan dan ujian praktik sekolah, waktu efektif untuk mempersiapkan diri menghadapi TKA sangat singkat. Salah satu poin yang disampaikan dalam petisi tersebut menyebutkan bahwa siswa dan guru hanya memiliki waktu sekitar 3,5 bulan untuk bersiap sejak kisi-kisi dibagikan.
Kedua, cakupan materi yang diujikan dianggap terlampau luas dan tidak selaras dengan implementasi Kurikulum Merdeka yang seharusnya lebih fokus. Siswa merasa kesulitan memperkirakan jenis soal yang akan muncul, apalagi dengan keterlambatan penetapan kisi-kisi dan simulasi online yang baru dimulai pada bulan Oktober. Guru bimbingan belajar bahkan harus merancang ulang perkiraan soal setelah simulasi TKA yang pertama menunjukkan ketidakakuratan prediksi sebelumnya. Situasi ini meningkatkan beban mental dan tekanan psikologis pada para siswa di tahun akhir sekolah mereka.
Ketiga, pelaksanaan TKA dinilai kurang siap dari sisi teknis. Beberapa siswa melaporkan adanya gangguan atau error saat mengikuti gladi bersih TKA online. Meskipun pihak Kemendikdasmen menjelaskan gangguan tersebut terjadi karena mereka sedang mencari cara terbaik untuk pelaksanaan TKA di hari-H, hal itu tetap menambah keraguan siswa terhadap kesiapan sistem secara keseluruhan. Kombinasi dari ketiga faktor ini memicu desakan agar pemerintah mengambil tindakan tegas untuk Batalkan TKA 2025 Pendidikan.
Respons Kemendikdasmen terhadap Petisi TKA
Menanggapi gelombang petisi yang menuntut Batalkan TKA 2025 Pendidikan, pihak Kemendikdasmen memberikan respons yang tegas namun diplomatis. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, Toni Toharudin, meminta semua pihak untuk menyikapi pelaksanaan TKA dengan semangat positif. “Disikapi dengan penuh semangat saja, kami sedang berikhtiar untuk pendidikan bermutu,” ujarnya.
Kemendikdasmen menegaskan bahwa TKA adalah bagian penting dari sistem evaluasi pendidikan nasional, yang bertujuan untuk mengukur capaian akademik murid secara objektif dan setara. TKA hadir untuk mengatasi masalah ketidakobjektifan penilaian sekolah yang selama ini menyulitkan perbandingan antar sekolah untuk keperluan seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Dengan TKA, pemerintah berharap dapat:
- Menciptakan Keadilan: Memberikan kesempatan yang setara bagi semua siswa, terlepas dari asal sekolah mereka, untuk dinilai dengan standar nasional.
- Meningkatkan Mutu: Menjadi instrumen untuk memetakan kekuatan dan kelemahan belajar siswa secara individual, yang kemudian menjadi pijakan bagi sekolah dan pemerintah untuk melakukan refleksi atau perbaikan kebijakan pendidikan.
- Bukan Ujian Kelulusan: TKA tidak menentukan kelulusan, melainkan alat validasi nilai rapor untuk SNBP dan sumber informasi bagi dunia kerja.
Meskipun demikian, Kemendikdasmen tetap meminta kepala sekolah dan guru untuk memberikan motivasi kepada para murid, meyakinkan bahwa TKA bukanlah beban, melainkan kesempatan untuk mengenali potensi diri. Hingga saat ini, pihak kementerian memastikan bahwa tidak ada perubahan jadwal TKA. Pelaksanaan TKA untuk jenjang SMA/SMK/sederajat tetap akan digelar pada 3–9 November 2025.
TKA sebagai Tantangan dan Peluang Peningkatan Mutu
Di tengah tekanan untuk Batalkan TKA 2025 Pendidikan dan kritik terhadap persiapan yang mendesak, penting untuk memahami bahwa kebijakan ini adalah bagian dari upaya pemerintah mewujudkan layanan pendidikan yang lebih bermutu, inklusif, dan berkeadilan. TKA adalah upaya untuk menyediakan penilaian terstandar yang objektif secara nasional, mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh penghapusan Ujian Nasional.
Jumlah peserta yang mendaftar TKA 2025 mencapai lebih dari 3,5 juta peserta, atau sekitar 85% dari total sasaran nasional, menunjukkan bahwa meskipun ada penolakan, mayoritas siswa tetap berpartisipasi. Ini menggarisbawahi pentingnya nilai TKA bagi jalur prestasi SNBP 2026.
Kemendikdasmen terus menekankan bahwa TKA dirancang untuk berjalan dengan prinsip jujur dan gembira, memberikan semangat baru bagi siswa dalam menyiapkan masa depan mereka. Namun, besarnya petisi ini menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk memperbaiki mekanisme sosialisasi, jadwal persiapan, dan memastikan infrastruktur tes berjalan optimal, sehingga tujuan mulia untuk peningkatan mutu pendidikan tidak terhalangi oleh kendala teknis dan psikologis di lapangan.
Baca juga:




