Akibat Demo Ricuh Rp 1,2 Triliun. Gelombang aksi demo di bermacam wilayah Indonesia pada 28–31 Agustus 2025 memunculkan akibat besar untuk sosial serta ekonomi nasional. Kerugian material juga sayangnya terjalin, paling utama dari kehancuran infrastruktur publik semacam terminal, kantor DPR, kantor kepolisian, dan fasilitas transportasi universal.
Terpaut peristiwa demonstrasi pada 28- 31 Agustus kemudian, tidak hanya melaksanakan pencatatan peristiwa, Prasasti Center for Policy Studies pula menghitung total kerugian material yang ditimbulkan selama aksi tersebut.
“ Kami memperkirakan kerugian atas peristiwa ini menggapai Rp1, 2 triliun. Angka kerugian ini cuma menghitung kerusakan infrastruktur, semacam terminal, kantor DPR serta DPRD, kantor kepolisian, dan fasilitas transportasi publik. Akibat immaterial semacam penyusutan produktivitas warga pasti lebih susah buat diukur,” jelas Research Director Prasasti Gundy Cahyadi, Kamis( 4/ 9/ 2025).
Kehancuran kendaraan baik kepunyaan warga ataupun pemerintah tidak masuk dalam perhitungan sebab sampai hari ini tidak terdapat angka formal menimpa jumlah kendaraan yang rusak.
Tidak hanya kerugian material, tercatat pula 10 masyarakat sipil wafat dunia serta meningkatnya rasa takut di tengah warga terpaut kemampuan eskalasi lebih lanjut. Aksi massa ini merefleksikan keresahan publik atas isu transparansi, keadilan sosial, serta kebijakan publik yang dikira belum seluruhnya menanggapi kebutuhan warga.
Prasasti Center for Policy Studies melaksanakan pencatatan atas peristiwa terpaut kebijakan publik di Indonesia, tercantum rangkaian demonstrasi akhir Agustus kemudian.
“ Pencatatan ini cocok dengan filosofi nama kami selaku Prasasti. Di mana kami merekam peristiwa berarti dengan tujuan supaya bisa jadi pijakan kebijakan publik di masa depan. Baik buat menuntaskan permasalahan, ataupun buat menghindarkan kita pada kasus yang sama,” ucap Executive Director Prasasti Nila Marita

Pasar Keuangan Tertekan
Suasana menantang di akhir Agustus kemudian pula berakibat pada keadaan pasar keuangan turut hadapi tekanan dalam periode tersebut. Arus modal asing( net flow) di pasar saham yang lebih dahulu menampilkan surplus sebesar Rp731 miliyar, dalam waktu pendek berputar jadi arus keluar sebesar Rp1, 1 triliun. Pergantian yang sangat kilat ini merefleksikan sensitivitas keyakinan investor terhadap suasana dalam negeri.
“ Capital outflow sebesar Rp1, 1 triliun itu menampilkan terdapatnya respon dari para pelakon pasar terhadap dinamika sosial- politik yang berlangsung,” jelas Gundy.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan( IHSG) juga ikut menggambarkan fluktuasi tersebut. IHSG yang semula menampilkan tren positif dengan peningkatan dari 7. 858 pada 25 Agustus sampai menggapai 7. 952 pada 28 Agustus, setelah itu anjlok ke tingkat 7. 830 pada 29 Agustus.
“ Walaupun pasar mempunyai keahlian buat pulih dalam jangka menengah, peristiwa ini menegaskan kalau stabilitas sosial senantiasa jadi aspek berarti yang dicermati investor,” ucap Gundy.
Jadi Alarm
Prasasti menekankan kalau demonstrasi merupakan bagian dari aplikasi demokrasi di Indonesia serta ialah saluran legal untuk warga buat menyuarakan aspirasi. Tetapi, kala aksi berlangsung dengan ketegangan yang besar, konsekuensi ekonominya bisa sangat besar.
“ Pengalaman ini jadi alarm untuk kita hendak berartinya ruang diskusi resmi yang inklusif. Supaya aspirasi publik tidak cuma tersampaikan, namun pula betul- betul terakomodasi dalam kebijakan,” ucap Nila.
Lebih lanjut, Prasasti mencatat terdapatnya langkah pemerintah serta DPR yang mulai membuka ruang dialog langsung dengan warga. Tercantum pertemuan dengan perwakilan mahasiswa pada 3 September serta ditayangkan langsung.
“ Kami mengapresiasi upaya tersebut selaku langkah dini. Paling utama dengan terdapatnya penghentian tunjangan perumahan semenjak 31 Agustus. Janji penilaian serta revisi secara merata yang hendak dicoba dalam waktu yang sesingkat- singkatnya,” ucap Nila.
“ Yang pula pantas diingat, kita memerlukan pemecahan berkepanjangan terpaut penyampaian aspirasi. Ke depan, mekanisme diskusi semestinya lebih terstruktur supaya reaksi terhadap aspirasi publik bisa dicoba lebih dini serta kilat,” tutup ia.