tantiem komisaris BUMN

Tantiem Komisaris BUMN: Antara Insentif Kinerja dan Kontroversi “Akal-akalan”

Dalam salah satu pidatonya yang kontroversial, Prabowo Subianto sempat menyoroti besaran tantiem yang diterima oleh para komisaris dan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan tegas, ia menyebut sistem ini sebagai “akal-akalan” yang tidak etis dan tidak transparan. Pernyataan tersebut segera memicu perdebatan luas di masyarakat dan media, menyoroti kembali isu kesejahteraan pejabat BUMN yang sering kali dianggap terlalu mewah di mata publik. Namun, apa sebenarnya tantiem komisaris BUMN itu? Mengapa sistem insentif ini ada, dan apakah kritik tersebut sepenuhnya beralasan? Mari kita selami lebih dalam.

 

Dasar Hukum dan Mekanisme Perhitungan Tantiem

Secara sederhana, tantiem adalah bagian dari laba bersih perusahaan yang diberikan sebagai imbalan atau bonus kepada direksi dan komisaris. Di Indonesia, aturan mengenai tantiem bagi pejabat BUMN diatur dalam Peraturan Menteri BUMN. Tujuannya adalah untuk mendorong kinerja dan profitabilitas perusahaan. Dasar hukumnya jelas, dan mekanismenya telah ditetapkan. Tantiem hanya diberikan jika BUMN tersebut berhasil mencetak laba bersih, dan besarannya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari laba tersebut.

Selain itu, perhitungan tantiem ini juga mempertimbangkan capaian kinerja perusahaan yang telah ditentukan di awal tahun, seperti target pertumbuhan laba, efisiensi operasional, dan kepuasan pelanggan. Sistem ini didasarkan pada prinsip pay-for-performance, di mana kompensasi tambahan hanya diberikan jika target-target yang ambisius tercapai. Dengan demikian, secara teori, tantiem ini adalah alat untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dan dewan pengawas dengan kepentingan perusahaan dan negara sebagai pemilik.

 

Kontroversi dan Argumen yang Mengkritik Tantiem Komisaris BUMN

Meskipun memiliki dasar hukum yang jelas, sistem tantiem sering menjadi sasaran kritik tajam, dan pernyataan Prabowo hanyalah salah satu dari sekian banyak kritik yang dilontarkan. Poin-poin argumen yang mengkritik sistem tantiem komisaris BUMN antara lain:

  1. Persepsi Ketidakadilan: Kritik utama datang dari publik yang melihat gaji dan fasilitas yang diterima oleh komisaris sudah sangat besar, bahkan sebelum tantiem. Ketika BUMN mencetak laba, bonus besar ini sering kali dianggap sebagai pemborosan, terutama jika ada masalah pelayanan publik atau kerugian yang terjadi di anak perusahaan.
  2. Sistem yang Dianggap “Akal-akalan”: Sebagaimana yang diutarakan Prabowo, kritik ini berpendapat bahwa tantiem adalah cara bagi para pejabat BUMN untuk mendapatkan keuntungan finansial yang besar dari posisi mereka. Kritikus melihatnya sebagai bonus yang tidak sebanding dengan risiko atau kerja keras yang setara dengan para karyawan di level operasional.
  3. Tidak Selalu Berbasis Kinerja Sejati: Beberapa pihak berpendapat bahwa laba yang didapat BUMN tertentu bisa jadi bukan murni dari kinerja, tetapi dari monopoli pasar atau penugasan dari pemerintah. Dalam skenario ini, pemberian tantiem dianggap tidak etis karena laba yang didapat bukan hasil dari kompetisi yang sehat.

 

Sisi Lain dari Tantiem: Insentif untuk Peningkatan Kinerja

Di sisi lain, ada argumen kuat yang membela sistem tantiem sebagai praktik yang wajar dan perlu. Para pendukung berpendapat bahwa:

  • Penting untuk Menarik Talenta Terbaik: Untuk bersaing dengan sektor swasta, BUMN harus mampu menawarkan paket kompensasi yang menarik. Jika tidak, BUMN akan kesulitan menarik para profesional terbaik untuk memimpin dan mengawasi perusahaan-perusahaan strategis. Tantiem adalah salah satu cara untuk memastikan BUMN tetap kompetitif dalam hal talenta.
  • Mendorong Akuntabilitas dan Kinerja: Dengan tantiem yang dikaitkan langsung dengan laba, komisaris dan direksi memiliki insentif yang kuat untuk memastikan perusahaan bekerja secara efisien. Mereka didorong untuk mengambil keputusan yang berani dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja.
  • Pengawasan yang Lebih Efektif: Peran komisaris sangat penting dalam mengawasi manajemen direksi dan memastikan tata kelola perusahaan yang baik. Dengan mendapatkan tantiem, mereka memiliki insentif yang lebih besar untuk melakukan tugas pengawasan mereka dengan serius, karena kesejahteraan mereka secara langsung terkait dengan profitabilitas perusahaan.

 

Masa Depan Transparansi Tantiem Komisaris BUMN

Kontroversi seputar tantiem ini menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar. Meskipun sistemnya sudah diatur, publik menuntut penjelasan yang lebih jelas tentang bagaimana bonus tersebut dihitung dan alasan di baliknya. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi kekhawatiran ini adalah:

  1. Publikasi Rincian Kompensasi: Pemerintah dan BUMN dapat lebih transparan dalam mempublikasikan rincian gaji, tunjangan, dan tantiem yang diterima oleh para pejabat. Hal ini dapat mengurangi spekulasi dan membangun kepercayaan publik.
  2. Meninjau Ulang Indikator Kinerja: Aturan mengenai tantiem dapat ditinjau ulang untuk memastikan bahwa bonus benar-benar didasarkan pada kinerja yang solid dan bukan hanya pada laba yang diperoleh dari monopoli.
  3. Memperkuat Peran Pengawasan: Komisi pengawas dan dewan audit dapat diperkuat untuk memastikan bahwa tantiem diberikan secara adil dan sesuai dengan kinerja yang sebenarnya.

Pada akhirnya, isu tantiem komisaris BUMN ini adalah cerminan dari tantangan besar yang dihadapi oleh negara dalam mengelola aset-asetnya. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk menarik dan memotivasi talenta terbaik; di sisi lain, ada tuntutan publik akan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Mungkin tantiem bukanlah “akal-akalan,” tetapi cara pengaturannya di mata publik saat ini memang memerlukan perbaikan.

Baca juga:

Referensi:

More From Author

Mpok Alpa meninggal karena kanker

Mpok Alpa Meninggal karena Kanker: Mengenang Perjuangan dan Tawa yang Ditinggalkan

Keuntungan Bank Sampoerna Tembus Rp 11,2M Di Paruh 1 2025

Keuntungan Bank Sampoerna Tembus Rp 11,2M Di Paruh 1 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *